Vonis Ringan Oknum TNI Penembak Pelajar 13 Tahun di Medan Tuai Tangis dan Protes di Ruang Sidang

  • Bagikan

BLOKSUMATERA.COM – Tangis histeris pecah di ruang sidang Pengadilan Militer I-02 Medan, Kamis (7/8/2025), setelah majelis hakim menjatuhkan vonis dua tahun enam bulan penjara kepada dua oknum TNI Kodim 0204 Deliserdang yang menembak mati seorang pelajar SMP berusia 13 tahun, MAF. Putusan itu menuai kecaman dari keluarga korban dan sejumlah aktivis yang menilai hukuman tersebut terlalu ringan.

“Rindu kali mamak sama adik. Adik anak yang baik,” teriak Fitriyani, ibu korban, sambil menangis di pelukan keluarganya di luar ruang sidang. Fitriyani bahkan hampir pingsan setelah mendengar putusan majelis hakim yang dianggap tidak adil terhadap kematian anak sulungnya.

Ia memprotes keras vonis ringan dua terdakwa oknum TNI yang menembak anaknya, terlebih karena empat warga sipil yang hanya berperan sebagai sopir dan pengantar korban ke rumah sakit justru divonis empat tahun penjara.

“Mereka yang cuma bantu malah dihukum empat tahun. Ini yang nembak anak saya cuma dua tahun setengah. Di mana keadilannya?” seru Fitriyani dengan nada geram.

Kedua terdakwa anggota TNI, Serka Darmen Hutabarat dan Serda Hendra Francisco Manalu, terbukti melakukan penembakan hingga menewaskan MAF (13) di Serdang Bedagai. Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Letkol Djunaedi Iskandar menjatuhkan hukuman dua tahun enam bulan penjara, denda Rp200 juta subsidair satu bulan kurungan, serta pemecatan dari dinas militer.

Hakim menyatakan, tindakan terdakwa yang menembakkan lima peluru ke arah korban merupakan perbuatan berlebihan dan tidak manusiawi.

“Pidana pokok dua tahun enam bulan penjara, denda Rp200 juta subsidair satu bulan kurungan, dan biaya perkara Rp10 ribu. Serta pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer,” ujar Hakim Djunaedi dalam sidang.

Namun, putusan itu menimbulkan kontroversi karena hakim menolak dakwaan Oditur Militer yang sebelumnya menjerat keduanya dengan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian, dan justru menerapkan Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.

“Masih pikir-pikir, Yang Mulia,” jawab kedua terdakwa lirih saat diminta tanggapan atas vonis tersebut.

Kericuhan terjadi setelah vonis dibacakan. Bonaerges Marbun, Presiden Mahasiswa Politeknik Negeri Medan (Polmed), berdiri dan membentangkan bendera bergambar One Piece sambil berteriak menolak putusan hakim.

“Pelaku sudah membunuh, ini tidak adil!” teriak Bona di ruang sidang bersama M. Ilham, kakak korban.

Aksi itu membuat sejumlah petugas militer bereaksi cepat dengan menarik Bona dan Ilham keluar ruang sidang. Situasi memanas setelah Bona mengaku dikeroyok oleh anggota TNI di ruang tahanan terdakwa.

“Saya ditarik, diseret masuk ke sel, dikeroyok rame-rame. Kepala saya memar, baju saya robek. Saya sipil, tapi diperlakukan seperti itu di pengadilan militer,” ungkap Bona kepada wartawan.

Aksi tersebut menambah sorotan publik terhadap proses persidangan yang dinilai tidak transparan dan kurang berpihak pada korban.

“Pelaku sudah terbukti menembak anak, tapi cuma dihukum dua setengah tahun. Sedangkan warga sipil yang bantu mereka dihukum empat tahun. Di mana keadilan?” ujarnya menegaskan.(J J)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *